KATA PENGANTAR
Puji Syukur kita panjatkan kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya yang berlimpah kepada saya,
sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebaikmungkin. Meskipun dalam
pembuatan makalah ini saya masih memiliki banyak kendala, kami tetap berusaha
untuk menampilkan hasil yang terbaik dalam penilaian tugas pengantar ilmu
politik.
Makalah
ini memiliki judul Metodologi Ilmu Politik. Metodologi dalam ilmu politik
merupakan sebuah cara terstruktur dan sistematis digunakan untuk mendekati,
menjelaskan dan memecahkan fenomena dalam ilmu politik. Dalam penelitian ilmu
politik, metodologi secara dikotomis dipisahkan menjadi metodologi
kuantitatif dan kualitatif. Namun begitu, metodologi dalam ilmu politik
terus mengalami perkembangan, seperti munculnya metodologi campuran dan
metodologi interpretif .Metodologi ilmu politik secara teknik tidak berbeda
dengan metodologi penelitian sosial. Hal ini memang sangat membingungkan ketika
metodologi ilmu politik muncul sebagai kajiantersendiri tanpa pembeda dengan
kajian sebelumnya., Sehingga dapat dikaji apa yang menjadi
topik dalam makalah ini.
Untuk mengetahui bagaimana penjelasan Metodologi dalam Ilmu Politik secara terperinci akan dijelaskan dalam makalah ini. Adapun makalah
kami menyadari masih banyak kekurangan bagi penulis ,saya juga menyadari masih
jauh dari kesempurnaan. Saya berharap teman-teman dan dosen pegajar kiranya mau
memberikan kritik atau saran yang membangun karena kesempurnaan hanyalah milik
Tuhan semata.
Demikianlah kata pengantar dari saya, semoga makalah ini
dapat bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sekian dan
terima kasih, selamat membaca.
Selasa,
29 November 2016
Putri Mones.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam memahami Ilmu Politik kita tidaak terlepas dari kekuasaan dalam pemerintah. Partisipasi politik masyarakat merupakan salah satu bentuk aktualisasi dari proses demokratisasi. Keinginan ini menjadi sangat penting bagi masyarakat dalam proses pembangunan politik bagi Negara-negara berkembang, kerena di dalamnya ada hak dan kewajiban masyarakat yang dapat dilakukan salah satunya adalah berlangsung dimana proses pemilihan kepala Negara sampai dengan pilihan walikota dan bupati dilakukan ssecara langsung. Sistem ini membuka ruang dan membawa masyarakat untuk terlibat langsung dalam proses tersebut.
Di Indonesia pemilihan kepala daerah langsung merupakan sejarah terhadap proses demokratisasi yang berlangsung setelah adanya reformasi. Pemilihan kepala daerah secara langsung merupakan titik awal yang bagus bagi terciptanya proses pemilihan kepala Negara kita, karena sistem ini sangat menghargai partisipasi politik masyarakat. Dalam sistem politik sekarang yang sedang langsung dimana proses pemilihan kepala Negara (presiden) sampai dengan pemilihan walikota dan bupati dilakukan secara langsung, sistem ini membuka ruang dan membawa masyarakat untuk terlibat langsung dalam proses tersebut.
Untuk menciptakan modernisasi politik maka dibutuhkan pertisipasi politik masyarakat. Apalagi sesuai dengan nilai-nilai demokrasi baik sistemnya maupun manusianya. Pasrtisipasi politik masyarakatsangat berpengaruh atas hasil-hasil yang akan dicapai dalam pemilihan, sedangkan mencapai hal tersebut harus dilakukan dengan metode-metode tertentu.
Partisipasi masyarakat dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan daerah terlihat jelas peran serta partisipasi masyarakat dalam proses politik. Untuk itu partisipasi politik dari masyarakat merupakan prasyarat terhadap proses demokratisasi. Dukungan yang efektif bagi suatu pergeseran yang besar dalam kebijaksanaan-kebijaksanaan ekonomi atau sosial biasanya berasal dari pertisipasi kolektif yang terorganisasi yang dapat tampil dalam berbagai bentuk.
Demokratisasi terbagi atas dua suku kata, yaitu Demos; yang berarti rakyatdan Kratos; yang berarti kekuasaan . Maka dapat disimpulkan bahwa Demokrasi adalah upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas Negara untuk dijalankan oleh Pemerintah Negara, sedangkan Demokratisasi adalah proses mengimplementasikan demokrasi sebagai sistem politik dalam kehidupan bernegara. Hal inilah yag akan menjadi kajian dari metode dalam politik bagaimana prosesnya dan apa pendekatan yang perlu di kaji lebih dalam tentang metode yang dilakukan sesuai dengan transparansi kenyataan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu pengertian Politik dan Ilmu Politik?
2. Apa pengertian dari Metode, Metodologi, dan Pendekatan dalam Ilmu Politik?
3. Bagaimana hubungan antara Metode, Metodologi, dan Pendekatan dalam Ilmu Politik?
4. Mengapa dalam Ilmu Politik harus memiliki Metode dan pendekatan?
5. Apa bentuk-bentuk dari Metode dan Pendekatan dalam Ilmu Politik?
Pengertian Ilmu politik menurut Ramlan Surbakti adalah interaksi antara Pemerintah dan masyarakat, dalam rangka proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah.
Menurut Noeng Muhajir(1989) menyebutkan bahwa metodologi membahas konsep-konsep teoritis berbagai metode, cara, dengan membicarakan berbagai kelebihan dan kekurangannya dalam kajian sebuah ilmu yang kemudian dilanjutkan dengan pemilihan yang terbaik untuk digunakan.
A New Handbook of Political Science menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan politik adalah the constrained use of social power (penggunaan kekuasaan sosial yang dipaksakan). Di sini disebutkan "kekuasaan" sosial bukan "kekuasaan pribadi." Dalam zaman kaisar-kaisar Romawi, raja-raja di pulau Jawa, seorang kaisar atau raja dapat saja menimpakan suatu hukuman mati pada seorang abdi atau rakyat lewat "kemauannya" sendiri. Rakyat luas tentu tidak sepakat dengan cara tersebut, tetapi tidak dapat berbuat apa-apa. Mereka menurut bukan karena setuju, tetapi karena takut
A New Handbook of Political Science menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan politik adalah the constrained use of social power (penggunaan kekuasaan sosial yang dipaksakan). Di sini disebutkan "kekuasaan" sosial bukan "kekuasaan pribadi." Dalam zaman kaisar-kaisar Romawi, raja-raja di pulau Jawa, seorang kaisar atau raja dapat saja menimpakan suatu hukuman mati pada seorang abdi atau rakyat lewat "kemauannya" sendiri. Rakyat luas tentu tidak sepakat dengan cara tersebut, tetapi tidak dapat berbuat apa-apa. Mereka menurut bukan karena setuju, tetapi karena takut
1.4 Tujuan Makalah
Adapun tujuan dari makalah yang saya buat adalah sebagai berikut:
1. Sebagai sumber pembelajaran Mahasiswa dalam bidang Ilmu Politik.
2. Agar mempermudah pembaca dalam mengkaji persoalan dalam memnyusun makalah tentang Metodologi dalam Ilmu Politik.
3. Dapat memberikan penngetahuan bagi penulis sekurang-kurangnya dalam mengemban tugas matakuliah.
4. Agar dapat bermanfaat bagi pembaca dalam mengerjakan tugas.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Metodologi dalam Ilmu Politik
Metode pada dasarnya adalah dasarnya berarti cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan. Ilmu politik adalah salah satu cabang dari ilmu sosial, yang berdampingan dengan cabang ilmu sosial lainnya yakni sosiologi, antropologi, dll. Dengan demikian maka ilmu politik berhubungan erat dengan ilmu-ilmu sosial tersebut yang objeknya adalah manusia sebagai anggota kelompok ( group ).
Semakin tepat kita menggunakan metode dan teknik dalam ilmu politik akan semakin baik dalam menghampiri kenyataan politik. Hal ini sesuai dengan pendapat Iswara (1974: 57) yang mengemukakan bahwa: Metode dan teknik menjernihkan substansi, memisahkan khayalan dari kenyataan. Semakin tepat dan intensif metode dan teknik itu dipergunakan, semakin dekat ilmu itu akan kebenaran, semakin diperkecil peranan khayalan dan harapan yang tidak berlandaskan kenyataan.
Menurut
bahasa (etimologi) Metode berasal dari bahasa Yunani, yaitu meta berarti
sepanjang dan hodos berarti jalan. Jadi metode adalah suatu ilmu tentang cara
atau langkah-langkah yang ditempuh dalam suatu disiplin tertentu untuk mencapai
tujuan tertentu. Dapat disimulkan bahwa metode berarti ilmu cara menyampaikan
sesuatu kepada orang lain.
Menurut
istilah “Metodologi” berasal dari bahasa yunani, yakni Methodhos berarti
cara,kiat,seluk beluk yang berkaitan dengan upaya menyelesaikan sesuatu,
sementara Logos berarti ilmu pengetahuan, cakrawala, dan wawasan. Dengan
demikian metodologi adalah metode atau cara-cara yang berlaku dalam sebuah
kajian.
Metodologi dalam ilmu politik merupakan sebuah cara terstruktur dan sistematis digunakan untuk mendekati, menjelaskan dan memecahkan fenomena dalam ilmu politik. Dalam penelitian ilmu politik, metodologi secara dikotomis dipisahkan menjadi metodologi kuantitatif dan kualitatif. Namun begitu, metodologi dalam ilmu politik terus mengalami perkembangan, seperti munculnya metodologi campuran dan metodologi interpretif.
Metodologi ilmu politik secara teknik tidak berbeda dengan metodologi penelitian sosial. Hal ini memang sangat membingungkan ketika metodologi ilmu politik muncul sebagai kajian tersendiri tanpa pembeda dengan kajian sebelumnya. Permasalahan kesamaan teknik dan dikotomi metode yang ada dalam metodologi ilmu politik dan metodologi penelitian sosial dapat dihindari dengan mengembalikan motif atau deduksi pemikiran mengenai metode itu sendiri.Secara khusus, metodologi keilmuan dapat dibagi dan dipisahkan sesuai dengan kajian keilmuannya. Pemisahan ini mendasarkan pendapatnya dari akar keilmuannya karena metodologi adalah cara mendekati fenomena dan cara tersebut dapat digunakan oleh berbagai disiplin keilmuan. Setiap disiplin keilmuan memiliki landasan filosofis yang membangun disiplin keilmuan.
Untuk menemukan distingsi antara metodologi ilmu politik dan metode penelitiansosial, kita perlu mengulas kembali landasan filosofois dari ilmu politik tersebut.Landasan filosofis keilmuan dapat ditelusuri melalui ontology keilmuan, epistemologydan aksiologinya. Ontology berkaitan dengan makna, epistemology berkaitan dengan bagaimana studi ilmu politik dibangun sedangkan aksiologi berkaitan dengan tujuan studi ilmu politik.Burrell dan Morgan (1979:1) berpendapat bahwa ilmu sosial dapat di konseptualisasikan denganempat asumsi yang berhubungan dengan ontologi, epistemologi, sifat manusia (human nature),dan metodologi. Tambahan metodologi dari Burrell dan Morgan tidak dimaksudkan sebagaidistingsi namun sebagai konseptualisasi keilmuan.
Ilmu
politik telah mengalami perkembangan yang menarik sebagai suatu disiplin ilmu.
Perkembangan tersebut diwarnai oleh adanya perdebatan di antara para ilmuwan
politik yang berbeda pandangan tentang apa yang seharusnya menjadi objek utama
dalam kajian ilmu politik dan bagaimana cara mempelajari objek studi tersebut.
Semenjak dasawarsa lima puluhan, yaitu setelah sebagian ilmuwan politik
menggunakan pendekatan tingkah laku (behavioral approach) untuk mempelajari
kehidupan politik.
Perdebatan
yang terjadi di dalam disiplin ilmu politik tersebut disebabkan oleh adanya
perdebatan dalam presepsi tentang persyaratan-persyaratan bagi sebuah disiplin
ilmu. Ilmuwan politik behavioralis beranggapan bahwa ilmu politik haruslah
menggunakan metode-metode keilmuwan yang bisa digunakan dala ilmu-ilmu alam
ataupun eksakta (seperti pengumpulan empiris, metode penelitian yang ketat,
pembentukan teori universal). Sebaliknya ilmuwan politik yang lain (biasa
disebut sebagai ilmuwan politik internasional) menganggap bahwa semua itu tidak
terlalu perlu, karena objek studi ilmu-ilmu alam bebeda dengan ilmu sosial.
Kenyataan itu membawa akibat bahwa metode yang telah terbukti bermanfaat bagi
ilmu-ilmu alam belum tentu atau bahkan tidak ada manfaat bagi ilmu-ilmu sosial.
Perdebatan
belum mereda ketika para ilmuwan politik dikejutkan oleh munculnya kerituk
keras terhadap pendekatan tingkahlaku yang justru muncul dari salah seorang
tokoh pendekatan, David Easton. Ilmu behavioralis terlalu focus dengan
model-model analisis (yakni metode-metode keilmuwan) sehingga melupakan realita politik dan
persoalan-persoalan sosial yang ada. Meskipun ada kritik tersebut, tidaklah
berarti bahwa para ilmuwan politik behavioralis meninggalkan semua yang telah
mereka hasilkan selama dua dasawarsa (1950-an dan 1960-an). Mereka masih masih
menggunakan model analisis, framework of analysis, kerangka berpikir, atau
apapun namanya yang telah mereka hasilkan. Yang berubah adalah munculnya
kesadaran tentang perlunya keterkaitan yang jelas antara metode-metode
keilmuwan yang mereka hasilkan itu dengan peningkatan pemahaman terhadap
masalah-masalah politk yang berkembang pesat dalam masyarakat.
Objek
studi politik menurut pendekatan pasca tingkah laku harus digeser dari
tingkahlaku digeser dari tingkah laku aktor-aktor politik ke lembaga politk
terpenting di dalam masyarakat yang disebut negara. Fokus pada tingkah laku
individu yang diperkenalkan oleh pendekatan pasca tingkah laku telah
mengabaikan peranan warga karena adanya anggapan bahwa keinginan dan aspirasi
warga masyarakat adalah faktor yang menentukan keinginan dan aspirasi penguasa
politik (Negara).
Dari
berbagai macam-macam metode penyelidikan yang dikemukakan oleh beberapa tokoh
Ilmu politik, maka secara umum berikut menurut Sjarhan Basah (1992):
1. Metode
Induksi, yaitu suatu metode yang menarik kesimpulan dari data dan fakta yang
diperoleh, misalnya dalam cara untuk mengambil kesimpulan adalah setelah
terlebih dahulu menentukan cara akan dibawa kemana suatu Negara tersebut, oleh
karena itu perlu pula dikaji wilayah, penduduk dan budaya setempat.
2. Metode
Deduksi, yaitu suatu metode yang menganalisis fakta dan data poltik yang
diperoleh dengan menuraikannya, oleh karena itu dalam cara penganalisisan data
dan fakta dimaksimalkan potensi akal agar tercipta kerasionalan, misalnya untuk
menentukan apakah suatu Negara akan dibuat demokrasi atau tirani situasi dan
kondisi.
3. Metode
Dialektis, yaitu suatu metode tanya jawab untuk mencari pengertian, misalnya
untuk memperlancar komunikasi politik maka diperlukan hubungan horizontal antara
semua pihak, seperti antara rakyat dengan pemerintahannya agar terjadi
keterbukaan, saling pengenalan diri dan akseptabilitas.
4. Metode
Filosofis, yaitu suatu metode yang mengkaji lebih dalam segala sesuatu
permasalah politik sehingga sampai pada hakekatnya, misalnya dengan pengkajian
kebenaran politik untuk apa sebenarnya perang dilakukan dan untuk apa damai
dilakukan.
5. Metode
Perbandingan, yaitu suatu metode yang mengukur perbedaan dan persamaan
permasalahan politik dari berbagai lokasi kejadian, misalnya bila ada kelompok
penekan yang berpengaruh sekarang ini dibandingkan dengan kelompok penekan pada
tempat yang lain dalam waktu yang sama.
6. Metode
Sejarah, yaitu suatu metode yang menganalisis kenyataan perjalanan waktu
politik, misalnya apa yang terjadi dalam sistem politik masal dulu. Kemudian
kaitan dengan keadaan sekarang, serta perhitungan keadaan apa yang terjadi pada
perpolitikan yang akan datang mulai dari sifatnya, sistemnya, sampai pada
kondisinya dan situasinya.
7. Metode
Fungsional, yaitu suatu metode yang dalam proses penyelidikannya membahas objek,
subjek dan gejala politik misalnya apa kelompok yang berpengaruh, apa target
yang akan dicapai, bagaimana gejalanya dan fungsinya dalam kehidupan politik
kenegaraan.
8. Metode
Sistematis, yaitu suatu metode yang berangkat dari keberadaan bahan politik yang
teratur, sistematis, berkesinambungan, kait-mengkait, memiliki kesatuan arah
tujuan,sehingga dapat dilukiskan keseluruhan uraian mulai dari sistem nilai
pendirian. Cita-cita kemakmuran yang akan dicapai oleh suatu Negara.
9. Metode
Hukum, yaitu suatu metode yang menitik beratkan pada segi yuridis misalnya
dalam suatu Negara diseimbangkan hak dan kewajiban sehingga diperlukan
peraturan yang harus diikuti seluruh laporan warganegara di Negara tersebut
sebagai norma kesusilaan dan aturan tingkah laku dalam kehidupan bernegara.
10. Metode
Sinkretis, yaitu suatu metode yang menghubungkan berbagai factor seperti
data,fakta,keilmuwan,aliran,budaya,hokum,dan sistem satuan. Untuk mendapat
pemikiran yang objektif, misalnya usaha penolakan keras terhadap sekularisme,
sosialisme komunis, liberalism kapitalis, karena sudah mempunyai paradigm tersendiri
yang menyeimbangkan kutub-kutub tersebut.
Hubungan antara Metode dan Metodologi dalam ilmu politik adalah untuk melakukan pendekatan dalam ilmu politik kita membutuhkan metodologi sebagai pengetahuan untuk melakukan pendekatan sementara metode berfungsi sebagai cara atau langkah-langkah yang disusun secara sistematis untuk membentuk politik yang ditentukan.
2.2
Pendekatan dalam Ilmu Politik
Sedangkan
pendekatan dalam sejarah perkembangannya, ilmu politik telah mengenal beberapa
pendekatan, yaitu:
1. Pendekatan
Tradisional (Traditional Approach)
Negara menjadi fokus utama dalam
pendekatan ini dengan meonjolkan segi konstitusional dan yuridis. Biasanya
bahasan dalam pendekatan ini menyangkut sifat Undang-Undang Dasar serta
kedaulatan, kedudukan, dan kekuasaan lembaga-lembaga kenegaraan formal,badan
yudikatif, badan eksekutif, dll. Karena itulah pendekatan ini sering juga
disebut sebagai pendekatan institusional atau pendekatan legal-institusional.
Pendekatan tradisional cenderung kurang
menyoroti organisasi-organisasi yang tidak formal, seperti kelompok kepentingan
dan media massa. Bahasanya lebih bersifat deskriptif dari pada analitis dan
banyak memakai ulasan sejarah.
2. Pendekatan
Perilaku (Behavioralisme Approach)
Pada pendekatan ini, tidak lagi membahas
lembaga-lembaga formal. Pendekatan ini juga cenderung bersifat indisipliner,
pendekatan ini juga tidak hanya mempelajari dampak faktor pribadi. Namun juga,
dampak factor lain seperti faktor sosial, ekonomi, dan budaya. Ciri khas dari
pendekatan ini yaitu suatu orientasi kuat untuk lebih mengilmiahkan ilmu
politik.
Perbedaan antara para tradisionalis dan
para penganut perilaku dapat disimpulkan sebagai berikut. Jika para
tradisionalis menekankan nilai-nilai dan norma-norma maka, penganut perilakumenekankan
fakta. Apabila para tradisionalis menekankan segi filsafat, maka penganut
perilaku menekankan sifat ilmu murni, Jika para tradisionalis menekankan aspek
historis-yuridis, maka penganut perilakumenekankan aspek sosiologis-psikologis.
Jika para tradisionalis menekankan metode yang tidak kuantitatif, maka penganut
perilaku menekankan metode kuantitatif.
3. Pendekatan
Pasca Perilaku (Post Behavioralisme Approach)
Pendekatan pasca perilaku ini
memperjuangkan perlunya relevance and action (relevansi dan orientasi
bertindak). Gerakan ini tidak sepenuhnya menolak pendekatan perilaku, hanya
mengecam praktek dari sarjana perilau. Pada hakikatnya ia merupakan “kesinambungan”
sekaligus “koreksi” dari pendekatan perilaku. Para penganut pendekatan
pascaperilaku dipengaruhi tokoh-tokoh seperti Herbert Marcuse dan Jean-Paul
Sartre.
4. Pendekatan
Marxis (Marxisme Approach)
Para marxis ini bukan merupakan suatu
kelompok yang ketat organisasinya maupun mempunyai pokok pemikiran yang sama.
Lebih tepat apabila mereka digambarkan sebagai kelompo-kelompok kecil yang
terdiri dari beberapa cendikiawan yang mendapat inspirasi dari tulisan-tulisan
Marx, terutama yang dikarang dalam masa mudanya. Terdapat dua unsur pikiran
Marx yang bagi mereka sangat menarik, pertama; ramalannya tentang kiamat yang
tak terelakan bagi ekonomi kapitalis. Kedua; etika humanis yang meyakini bahwa
manusia pada hakikanya baik, dan dalam keadaan tertentu menguntungkan, akan
dapat membebaskan diri dari “lembaga-lembaga yang menindas, mengina, dan
menyesatkannya”.
Analisis yang dibuat oleh para marxos
bersifat holistic, artinya mereka berpendapat bahwa keseluruhan sosial merupakan
kesatuan dan tudak boleh dibagi-bagi menjadi bagian-bagian yang tersendiri,
seperti politik tidak terlepas dari ekonomi, ekonomi tidak terlepas dari kebudayaan,
dan sebagainya. Semuanya berkaitan erat, tidak bolehdipisah-pisah. Para
neomarxis berusaha untuk menganalisis berbagai aspek kekuasaan serta konflik
yang terjadi di dalanya. Bagi para marxis, konflik antar kelas merupakan proses
dialektis paling penting dalam mendorong perkembangan masyarakat. Melalui
proses dialektika konflik antar kelas ini pula semua gejala politik harus
dilihat. Dengan perkataan lain, mereka beranggapan bahwa olitik adalah
artikulasi spesifik dari pertentangan kelas.
Sebagai akibat dari perkekmbangan
bermacam-macam pendekatan terhadap gejala-gejala politik yang diuraikan di
atas, terjadilah ekumulasi pengetahuan. Dewasa ini para sarjana politik menyadari
bahwa tidak satupun pendekatan secara sendiri dapat menjelaskan semua gejala
politik.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dengan demikian
dapat saya simpulkan bahwa Metodologi dalam ilmu politik merupakan sebuah cara
terstruktur dan sistematis yang digunakan untuk mendekati, menjelaskan dan memecahkan
fenomena dalam ilmu politik. Sedangkan untuk memecahkan fenomena politik
tersebut dengan menggunakan pendekatannya sebagai metode.
Bukan ilmu
pengetahuan yang mandiri jika tidak memiliki metodologi, selain objek kajian
dan ketentuan lainnya. Bahkan metodologi
dapat dikatakan sebagai syarat mutlak eksistensi sebagai ilmu apapun termasuk
ilmu politik.
Ada beberapa
metode yang sering diperbincangkan dalam ilmu politik dilihat dari gejala
politik (objek) yang menjadi tekanan perhatian dan pendekatannya filsafat
pengetahuan. Kedua metode ilmu politik dilihat sebagai cara melakukan penelitian,
mengumpulkan, dan menganalis data.